BEKAM KHUSUS MUSLIMAH
BEKAM SURABAYA
KAMI MELAYANI BEKAM KHUSUS MUSLIMAH ATAU WANITA
contact ummu izzul
telp: 088805704623
alamat kali kepiting jaya 4/54 sby
Adab Berobat
Sehat atau sakit, menang atau kalah, jaya atau terpuruk, sukses atau
gagal, dan seterusnya merupakan dua realita yang dihadapi oleh setiap
manusia. Tidak bisa ia berlari menjauh dari keduanya. Terkadang ia
kalah, terpuruk, gagal, dan sakit. Namun,
semua
itu bukan berarti kiamat atau malapetaka baginya. Itu semua merupakan
proses menuju derajat yang lebih tinggi yang telah diatur oleh Allah
dengan begitu rapinya. Maka itu, sabar adalah solusinya.
PENCERAHAN
• Dua Sisi Baik Kehidupan Mukmin
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ
أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ،
إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ
أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Alangkah menakjubkan urusan seorang mukmin. Sungguh, semua
urusannya baik. Dan hal itu tidak didapat kecuali oleh mukmin; bila ia
memperoleh kenikmatan lalu bersyukur maka itu baik baginya, dan bila ia
tertimpa suatu musibah lalu bersabar maka itu baik pula baginya. (HR. Muslim)
• Cobaan Baik dan Buruk
Allah
ta’ala berfirman:
وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Dan kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS. al-A’raf: 68)
Firman-Nya:
وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ
Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. (QS. al-Anbiya`: 35)
• Penyakit Menghapus Dosa dan Kesalahan
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ
حَتَّى الشَّوْكَةِ تُصِيْبُهُ إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِهَا حَسَنَةً
أَوْ حُطَّتْ عَنْهُ بِهَا خَطِيْئَةٌ
Tidaklah suatu musibah atau penyakit menimpa seorang mukmin,
meskipun sekadar duri yang menusuknya, melainkan Allah akan tuliskan
baginya satu kebaikan atau dihapuskan darinya satu kesalahan. (HR. Muslim)
Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى مِنْ
مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ، إِلاَّ حَطَّ اللَّهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا
تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا
Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit atau sejenisnya,
melainkan dengan sebab itu Allah akan menggugurkan dosa-dosanya, seperti
pohon yang menggugurkan dedaunannya. (al-Bukhari & Muslim)
• Jalan Menuju Surga
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai dan neraka itu dikelilingi dengan berbagai macam syahwat. (HR. al-Bukhari & Muslim)
• Beratnya Cobaan Para Nabi
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاءُ،
ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ
دِيْنِهِ، فَإِنْ كَانَ دِيْنُهُ صُلْباً اِشْتَدَّ بَلاَؤُهُ، وَإِنْ
كَانَ فِي دِيْنِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ، فَمَا
يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِيْ عَلَى
الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ
Orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang
yang semisalnya lalu orang yang semisalnya. Seseorang akan diuji sesuai
dengan kadar agamanya. Bila agamanya kuat maka ujiannya semakin berat.
Namun bila agamanya lemah maka ia akan diuji sesuai dengan kadar
agamanya tersebut. Dan ujian itu akan terus menimpa hamba hingga
membiarkannya berjalan di atas muka bumi tanpa memiliki kesalahan
sedikitpun. (Hadis hasan shahih riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah, dll.)
Itulah para nabi terdahulu yang telah banyak mendapatkan cobaan. Demikian pula apa yang terjadi pada diri Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aisyah
radhiyallahu ‘anha berkata:
مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَشَدَّ عَلَيْهِ الْوَجَعُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih berat penyakitnya dari para Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. al-Bukhari & Muslim)
• Sabar, Ridha dan Bersyukur Adalah Sikap Terbaik
Allah
ta’ala berfirman:
وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ. الَّذِيْنَ إِذَا
أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَالُوْا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُوْنَ. أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ
وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan:
“Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapat
keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. al-Baqoroh: 155-157)
Allah
ta’ala juga berfirman:
وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلأُمُوْرِ
Dan bersabarlah atas apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Luqman: 17)
Dan inilah balasan bagi orang-orang yang sabar. Firman-Nya:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. az-Zumar: 10)
Atho` berkata: “Ibnu Abbas berkata kepadaku: Maukah kamu aku beritahu seorang wanita penghuni surga?” “Tentu saja”, jawabku.
Ibnu Abbas berkata: “Wanita berkulit hitam itu, ia pernah menemui Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
berkata: “Sesungguhnya aku terkena penyakit ayan dan auratku terkadang
tersingkap tanpa aku sadari, maka itu berdoalah kepada Allah untukku.”
Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “
Jika engkau mau, engkau bisa bersabar maka bagimu surga. Dan jika engkau mau, aku bisa berdoa kepada Allah agar menyembuhkanmu.”
Ia berkata: “Aku bisa bersabar”. Lalu ia berkata: “Sesungguhnya
auratku terkadang tersingkap tanpa aku sadari, maka berdoalah kepada
Allah agar auratku tidak tersingkap lagi.” Maka beliau berdoa bagi
wanita itu. (HR. al-Bukhari & Muslim)
• Anjuran Untuk Berobat
Usamah bin Syuraik bertanya kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam: Ya Rasulullah, bolehkah kita berobat? Beliau menjawab:
نَعَمْ، يَا عِبَادَ اللهِ! تَدَاوُوْا،
فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلاَّ وَضَعَ لَهُ شِفَاءً، غَيْرَ
دَاءٍ وَاحِدٍ: الْهَرَمِ
Ya boleh, wahai hamba-hamba Allah! Berobatlah, sebab tidaklah
Allah menurunkan penyakit kecuali Dia pasti juga menurunkan obatnya,
selain satu penyakit, yaitu tua. (
al-Misykat, no. 4532)
• Setiap Penyakit Pasti Ada Obatnya
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
Allah tidak menurunkan suatu penyakit melainkan pasti menurunkan obatnya. (HR. al-Bukhari)
Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ
Setiap penyakit pasti ada obatnya. Bila suatu obat itu tepat untuk
penyakit, maka penyakit itu akan sembuh dengan izin Allah azza wa
jalla. (HR. Muslim)
ADAB-ADAB BEROBAT
[1]. NIAT YANG BAIK
Niat yang baik hendaklah ada pada diri orang yang berobat (pasien)
atau orang yang mengobati (dokter). Hendaklah keduanya sama-sama berniat
baik dan tulus dalam berobat dan mengobati.
Adapun orang yang sedang sakit, hendaklah ia niatkan untuk mengharapkan kesembuhan dari Allah
ta’ala semata dengan tujuan menjaga kesehatan dan kekuatan dirinya agar dapat meningkatkan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah
ta’ala.
Sedangkan bagi dokter, hendaklah ia meluruskan niat dalam membantu
saudaranya dengan sekuat ilmu yang telah Allah berikan kepadanya.
Janganlah ia jadikan materi sebagai segala-galanya dalam membantu
sesama.
Bila keduanya memiliki niat seperti ini,
insyaAllah keduanya akan mendapatkan banyak pahala dari Allah
azza wa jalla.
[2]. YAKIN BAHWA KESEMBUHAN HANYA ADA DI TANGAN ALLAH
Allah
ta’ala telah menurunkan penyakit dan hanya Dia yang mampu mengangkatnya. Keyakinan seperti ini bisa kita dapati pada diri Nabi Ibrahim
‘alaihis salam. Allah menjelaskan hal itu dalam firman-Nya:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ
(Ibrahim berkata:) dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkanku. (QS. asy-Syu’ara`: 80)
Tidak ada yang dapat menurunkan penyakit dan mengangkatnya kecuali hanya Allah semata. Allah
ta’ala berfirman:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلاَ
كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَادَّ
لِفَضْلِهِ يُصِيْبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ
Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada
yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Dia menghendaki
kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia
memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Yunus: 107)
Demikian pula bila seseorang terkena guna-guna atau sihir. Maka itu semua terjadi dengan izin Allah
azza wa jalla. Jika Allah tidak mengizinkan maka sihir itu tidak akan berpengaruh sama sekali. Firman-Nya:
وَمَا هُمْ بِضَارِّيْنَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ
Dan mereka itu (tukang sihir) tidak dapat memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin Allah. (QS. al-Baqoroh: 102)
Bahkan, bila seluruh umat manusia berkumpul untuk berbuat baik atau
buruk kepada seseorang, maka hal itu tidak akan terjadi kecuali dengan
izin dan kehendak dari Allah
ta’ala.
Hendaklah keyakinan ini dipegang erat-erat oleh orang yang sedang
sakit maupun dokternya. Adapun segala macam pengobatan yang dibolehkan
Syariat sekedar sebab. Bila Allah berkehendak maka obat itu akan
bermanfaat. Bila tidak tentu saja obat itu tidak akan ada manfaatnya
sama sekali.
Barang siapa yang meyakini bahwa pengobatan itu dapat menyembuhkan
dengan sendirinya, maka ia telah berbuat kesyirikan kepada Allah
azza wa jalla.
Nas`alullaha as-salamah wal ‘afiyah.
[3]. BERTANYA TENTANG PENYAKIT KEPADA AHLINYA
Hal ini sesuai firman Allah
ta’ala:
فَاسْأَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu bila kamu tidak mengetahui. (QS. al-Anbiya`: 7 dan an-Nahl: 43)
Ayat ini menjadi kaedah umum yang dapat diterapkan dalam segala sisi
kehidupan. Bila kita ingin tahu tentang perkara agama marilah kita
bertanya kepada ulama. Jika ingin tahu tata cara membuat masakan
tertentu bisa ditanyakan kepada orang yang tahu resepnya. Demikian pula,
bila ingin mengetahui cara kesembuhan dari penyakit yang diderita, maka
silahkan tanyakan kepada ahlinya, yakni dokter.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً أَوْ
لَمْ يَخْلُقْ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ أَوْ خَلَقَ لَهُ دَوَاءً، عَلِمَهُ
مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ إِلاَّ السَّامَ. قَالُوْا: يَا
رَسُوْلَ اللهِ وَ مَا السَّامُ ؟ قَالَ: اَلْمَوْتُ
Sesungguhnya Allah tidak menurunkan atau menciptakan suatu
penyakit melainkan Dia pasti menurunkan atau menciptakan obatnya. (Obat
itu) diketahui oleh ahlinya dan tidak diketahui oleh yang lain. Kecuali
as-Saam (yang tidak ada obatnya). Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa itu
as-Saam?”
Kematian, jawab beliau. (
ash-Shahihah, no. 1650)
Pada tulisan sebelumnya telah disampaikan
tiga adab berobat. Berikut ini kelanjutan dari tulisan tersebut. Semoga bermanfaat bagi kita semuanya.
Amin.
[4]. MENCARI KESEMBUHAN SESUAI TUNTUNAN SYARIAT
Permasalahan ini bersifat umum. Banyak sekali cara penyembuhan yang
dibolehkan Syariat. Dalam hal ini ada dua poin penting yang harus
diperhatikan:
Pertama, bahwa segala macam penyembuhan –medis maupun non
medis, obat maupun dokter- hanya sekadar sarana atau sebab kesembuhan,
sedangkan yang benar-benar menyembuhkan hanyalah Allah
ta’ala.
Kedua,
ikhtiyar (usaha) itu tidak boleh dilakukan
dengan cara-cara yang haram. Apalagi bila sampai kepada perbuatan yang
mengandung kesyirikan.
Wal’iyadzu billah.
Berikut beberapa cara penyembuhan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
1). Al-Habatus Sauda`/ Jintan Hitam.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( فِي الْحَبَّةِ السَّوْدَاءِ شِفَاءٌ
مِنْ كُلِّ دَاءٍ إِلاَّالسَّامَ )). قَالَ ابْنُ شِهَابٍ: وَالسَّامُ
الْمَوْتُ، وَالْحَبَّةُ السَّوْدَاءُ الشُّوْنِيْزُ
Di dalam al-habbatus sauda` (jintan hitam) terdapat penyembuhan bagi segala macam penyakit kecuali as-Saam.
Ibnu Syihab mengatakan, “
as-Saam berarti kematian, sedangkan
al-habbatus sauda` berarti Syuniz”. (HR. al-Bukhari & Muslim)
Dengan izin Allah
azza wa jalla jintan hitam sangat bermanfaat untuk mengobati berbagai macam penyakit.
2). Madu Lebah.
Allah
ta’ala berfirman:
يَخْرُجُ مِنْ بُطُوْنِهَا شَرَابٌ
مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيْهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِيْ ذَلِكَ
َلآَيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ
Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. an-Nahl: 69)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الشِّفَاءُ فِي ثَلاَثَةٍ شَرْبَةِ عَسَلٍ وَشَرْطَةِ مِحْجَمٍ وَكَيَّةِ نَارٍ، وَأَنْهَى أُمَّتِي عَنْ الْكَيِّ
Kesembuhan itu ada pada tiga hal; yaitu pada minuman madu, sayatan
bekam dan pengobatan dengan besi panas (kay). Namun aku melarang umatku
melakukan pengobatan dengan kay. (HR. al-Bukhari)
3). Hijamah/Berbekam.
Hal ini sebagaimana telah disebutkan pada hadis di atas. Dan dalam hadis yang lain Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَمْثَلَ مَا تَدَاوَيْتُمْ بِهِ الْحِجَامَةُ
Sesungguhnya sebaik-baik cara yang kalian lakukan untuk pengobatan adalah dengan berbekam. (HR. al-Bukhari)
• Wasiat Malaikat Untuk Berbekam
Dari Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan kisah ketika beliau di Isro`kan, tidaklah beliau melewati sekumpulan Malaikat melainkan mereka berkata, “
Perintahkanlah umatmu untuk berbekam“.
• Waktu Terbaik Untuk Bekam
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa
waktu yang paling baik untuk berbekam adalah pada tanggal 17, 19 dan 21
dengan perhitungan kelender Hijriah. (HR. Abu Dawud, al-Hakim &
al-Baihaqi)
Adapun hari yang paling baik adalah pada hari Senin, Selasa dan
Kamis. Dan sebaiknya hindari berbekam pada hari Rabu, Jum’at, Sabtu dan
Ahad. (HR. Ibnu Majah)
4). Air Zamzam.
Tentang air zamzam ini Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ، إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ (وَشِفَاءُ سُقْمٍ)
Sesungguhnya air zamzam itu penuh berkah. Air zamzam merupakan
makanan yang dapat mengenyangkan (dan obat kesembuhan bagi penyakit). (HR. Muslim, al-Bazzar, al-Baihaqi & ath-Thabrani)
Pada hadis Jabir disebutkan:
مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ
Air zamzam dapat bermanfaat sesuai dengan tujuan diminumnya. (HR. Ibnu Majah)
Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata: “Aku sendiri dan juga orang
yang lain pernah mempraktekkan upaya penyembuhan terhadap beberapa
penyakit dengan air zamzam, dan hasilnya sangat menakjubkan, aku
berhasil mengobati berbagai macam penyakit dan aku pun sembuh dengan
izin Allah.” (
Zadul Ma’ad, jilid IV, hlm. 178 & 393)
5). Bersedekah.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
دَاوُوْا مَرْضَاكُمْ باِلصَّدَقَةِ
Obatilah orang yang sakit di antara kalian dengan bersedekah. (Hadis hasan. Lihat
Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, no. 744)
[5]. MENJAUHI PENYEMBUHAN DENGAN CARA HARAM
Wajib bagi seorang yang menderita suatu penyakit untuk menjauhi
pengobatan dengan cara-cara yang diharamkan Syariat. Tentang masalah
ini, secara umum Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam sabda beliau, sebagaimana ucapan oleh Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الدَّوَاءِ الْخَبِيْثِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang (pengobatan) dengan obat yang khobits (buruk). (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)
Obat yang
khobits dalam hadis di atas yaitu obat yang najis atau haram. Sedangkan at-Tirmidzi menafsirkan kata
khobits dengan racun.
Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata: “Sebagian ulama menyebutkan bahwa
khobitsnya obat itu dapat ditinjau dari dua sisi:
Salah satunya,
khobits lantaran najis. Yaitu karena mengandung zat haram seperti
khomer dan daging hewan yang haram dimakan.
Kedua,
khobits dari sisi rasa. Tidak diingkari suatu obat tidak disukai lantaran sangat berat bagi jiwa dan dibenci.”
Pernah suatu ketika seseorang datang kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal berobat dengan
khomer dan dia berkata:
Khomer itu obat. Tapi beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ، وَلَكِنَّهَا دَاءٌ
Itu bukan obat, tapi racun. (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)
[6].HARAMNYA MENDATANGI PARANORMAL
Mendatangi paranormal, dukun, atau orang yang seprofesi dengan mereka
untuk menanyakan suatu penyakit, meminta kesembuhan atau tujuan lain
yang tidak dibenarkan Syariat hukumnya adalah haram. Apabila sampai
membenarkan ucapannya, maka dapat menyebabkan kekafiran, kafir kepada
al-Qur`an. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
Barang siapa yang mendatangi dukun lalu bertanya kepadanya tentang
sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam. (HR. Muslim)
Syaikh al-Utsaimin
rahimahullah menjelaskan bahwa bertanya kepada paranormal terbagi menjadi empat macam:
Pertama: Hanya sekedar bertanya biasa, ini hukumya haram.
Kedua: Bertanya lalu membenarkan ucapannya dan meyakini (kebenarannya), ini adalah kekafiran. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافاً أَوْ كَاهِناً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
Barang siapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun lalu ia
membenarkan ucapannya, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan
kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Hadis shahih. Lihat:
Shahih al-Jami’ ash-Shaghar, no. 5934)
Ketiga: Bertanya dengan tujuan mengujinya, apakah ia jujur
atau dusta, bukan untuk berpegang dengan ucapannya, maka ini tidak
apa-apa dan tidak termasuk ke dalam hadis di atas.
Keempat: Bertanya dengan tujuan untuk menampakkan kelemahan
dan kedustaannya, yakni mengujinya pada perkara-perkara yang dapat
menampakkan kedustaan dan kelemahannya, maka ini dianjurkan, bahkan bisa
jadi wajib”.
Kesimpulannya, bertanya kepada mereka untuk bertanya tentang
suatu penyakit atau bertujuan untuk pengobatan hukumnya adalah haram.
Sebagai sanksinya, shalat yang ia kerjakan selama empat puluh malam
tidak akan diterima Allah
subhanahu wa ta’ala. Apabila ia sampai membenarkan ucapannya, maka hal ini dapat menyeret seseorang kepada kekafiran.
Wal ‘iyâdzu billâh.
[7]. IKHTIYAR/BERUSAHA
Sebagaimana telah disinggung pada poin ke empat di atas, bahwa
ikhtiyar yang dimaksud adalah
ikhtiyar yang dihalalkan Syariat, tidak mengandung hal haram, dan tidak pula mengandung kesyirikan.
[8]. BANYAK BERDOA, ISTIGHFAR & BERTAUBAT
Allah
ta’ala berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ
لَكُمْ إِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ
جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ
Dan Rabb-mu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri
dari berdoa kepada-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina
dina”. (QS. Ghafir: 40)
• Allah Pasti Mengabulkan Doa
Selama orang yang berdoa menjauhi hal-hal yang bisa menyebabkan tidak
terkabulkannya doa maka doa itu akan terkabul insyaAllah. Bagi orang
yang berdoa, hendaklah ia memperhatikan beberapa poin berikut ini:
- Mentauhidkan Allah semata.
- Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdoa.
- Khusyu’ dalam berdoa.
- Menghadap Kiblat.
- Mengangkat kedua tangan.
- Dalam keadaan suci (berwudhu).
- Mencari-cari waktu mustajab.
- Baik makanan, minuman & pakaiannnya.
- Menjauhi kemaksiatan.
- Tidak terburu-buru dengan terkabulkanya doa.
- Mengulangi doa hingga tiga kali.
- Tidak memutuskan tali silaturahmi.
- Tidak mengangkat atau mengeraskan suara.
- Mengawali doa dengan pujian kepada Allah.
- Bersholawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Terus-menerus dan tidak putus asa, dll.
• Tiga Cara Dikabulkannya Doa
Tidaklah seorang muslim berdoa melainkan Allah akan mengabulkan doa
itu dengan salah satu dari tiga hal yang dijelaskan dalam hadis
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam di bawah ini.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan lainnya:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُوْ بِدَعْوَةٍ
لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيْعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ
بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ، وَإِمَّا
أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي اْلآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ
مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا
Tidaklah seorang muslim memanjatkan sebuah doa yang tidak
mengandung dosa dan memutus tali silaturahmi melainkan Allah akan
berikan kepadanya salah satu dari tiga hal berikut; doanya segera
dikabulkan, akan dijadikan sebagai simpanan untuk hari akhir, atau dia
akan dijauhkan dari keburukan yang sebanding dengan doa itu.
[9]. BERADA DI ANTARA RASA HARAP & TAKUT
Pada hadis Anas
radhiyallahu ‘anhu disebutkan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى شَابٍّ وَهُوَ فِي الْمَوْتِ فَقَالَ: كَيْفَ
تَجِدُكَ ؟ قَالَ: وَاللَّهِ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ، أَنِّيْ أَرْجُوْ
اللَّهَ وَإِنِّيْ أَخَافُ ذُنُوْبِيْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي
مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُوْ وَآمَنَهُ
مِمَّا يَخَافُ
Bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui seorang pemuda yang hampir meninggal dunia. Lalu beliau bertanya:
“Bagaimana engkau dapati dirimu?” Ia menjawab: “Demi Allah ya Rasulullah, sesungguhnya aku berharap kepada Allah, namun aku takut akan dosa-dosaku.”
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah dua hal tersebut (rasa harap dan takut) terkumpul pada hati
seorang hamba pada kondisi seperti ini, melainkan Allah akan beri apa
yang ia harapkan dan Dia curahkan keamanan dari apa yang ia takuti”. (Hadis hasan riwayat at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dll. Lihat kitab
al-Misykat, no. 1612)
[10]. LARANGAN MEMINTA KEMATIAN
Dari Ummul Fadhl, bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
masuk menemui al-Abbas yang sedang mengeluhkan (suatu penyakit), lalu
ia berharap kematian. Maka itu beliau berkata kepadanya:
يَا عَمُّ! لاَ تَتَمَنَّ الْمَوْتَ،
فَإِنَّكَ إِنْ كُنْتَ مُحْسِنًا، فَأَنْ تُؤَخَّرْ تَزْدَدْ إِحْسَانًا
إِلَى إِحْسَانِكَ، خَيْرٌ لَكَ، وَإِنْ كُنْتَ مُسِيْئًا فَأَنْ تُؤَخَّرْ
فَتَسْتَعْتِبْ مِنْ إِسَائَتِكَ، خَيْرٌ لَكَ، فَلاَ تَتَمَنَّ الْمَوْتَ
Wahai paman! Janganlah engkau mengharap kematian. Sebab, bila
selama ini engkau berbuat baik, kemudian (umurmu) ditangguhkan, maka itu
adalah kebaikan yang akan ditambahkan kepada kebaikanmu dulu, dan itu
baik bagimu. Dan bila selama ini engkau berbuat tidak baik, kemudian
(umurmu) ditangguhkan, lalu engkau diberi kesempatan untuk bertaubat
dari kesalahanmu, maka itu baik pula bagimu. Maka, janganlah engkau
mengharap kematian. (HR. Ahmad, Abu Ya’la, dan al-Hakim. Al-Hakim
berkata: Shahih sesuai persyaratan al-Bukhari dan Muslim. Dan disepakati
adz-Dzahabi. Syaikh al-Albani berkata: Hadis ini hanya sesuai dengan
persyaratan al-Bukhari saja)
• Bila Harus Memilih
Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan, Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ مِنْ ضُرٍّ
أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلاً فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ
أَحْيِنِيْ مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِيْ وَتَوَفَّنِيْ إِذَا
كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِيْ
Janganlah sekali-kali seorang dari kalian mengharap kematian
lantaran musibah yang menimpanya. Namun bila memang harus melakukannya
maka hendaklah ia berkata: “Ya Allah, biarkanlah aku hidup bila hidup
ini lebih baik bagiku, dan cabutlah nyawaku bila ternyata kematian lebih
baik bagiku.
“ (HR. al-Bukhari & Muslim)
Imam an-Nawawi
rahimahullah berkata: Hadis ini dengan jelas
mengandung larangan meminta kematian karena suatu bahaya yang
menimpanya, baik berupa penyakit, musibah, kemiskinan, ancaman dari
musuh dan hal lain dari beban-beban dunia. Adapun bila ia khawatir dari
sesuatu yang dapat membahayakan agamanya atau fitnah pada agamanya, maka
meminta kematian dalam kondisi seperti ini tidak dibenci dengan dasar
hadis ini dan yang lain. Sebagian ulama salafpun ada yang melakukannya
ketika mereka khawatir fitnah menimpa agamanya. (
ShahihMuslim bi Syarh an-Nawawi, jilid 17, hlm. 7-8, cet. al-Mathba’ah al-Mishriyyah bi al-Azhar)
• Sebuah Kisah
Di antara contoh seputar hal ini adalah sebuah kisah yang terjadi pada Yazid bin al-Aswad
rahimahullah.
Abu Zur’ah Yahya bin Abu ‘Amr berkata: “Adh-Dhahhak bin Qais dan orang-orang pernah keluar untuk mengerjakan shalat
Istisqa` (minta hujan). Namun hujan tidak juga kunjung datang kepada mereka, bahkan awan mendungpun tidak terlihat.”
Adh-Dhahhak berkata: “Dimanakah Yazid bin al-Aswad?” (Dalam sebuah
riwayat disebutkan: Namun tidak seorangpun yang menjawabnya. Sehingga ia
mengangkat suara lagi: “Dimanakah Yazid bin al-Aswad al-Jurasyi? Aku
harap ia berdiri bila mendengar seruanku.”)
Maka Ia (Yazid) berkata: “Saya disini.” Adh-Dhahhak berkata:
“Berdirilah! Dan mintalah kepada Allah untuk menurunkan hujan untuk
kita.”
Yazid pun berdiri. Lalu ia menundukkan kepalanya dan mengangkat kedua
lengannya seraya berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya hamba-hamba-Mu meminta
syafa’at kepada-Mu dengan perantaraku.”
Setelah ia berdoa sebanyak tiga kali, seketika itu juga hujan turun
kepada mereka hingga sampai-sampai mereka hampir tenggelam karenanya.
Kemudian Yazid berkata: “Sesungguhnya hal ini telah membuatku terkenal, maka itu istirahatkanlah aku dari hal ini.”
Waktu baru berlalu satu pekan, ternyata Yazid sudah tiada. (
Sittu Duror min Ushul Ahli al-Atsar, Abdul Malik Romadhoni, hlm. 47)
[11]. BERTAWAKAL HANYA KEPADA ALLAH
Setelah usaha tersebut dilakukan, tinggal tersisa satu hal yang harus
ia perhatikan. Yaitu hendaklah ia bertawakal hanya kepada Allah semata.
Artinya ia menyerahkan segalanya hanya kepada Allah semata.
Bila ia sembuh hendaklah banyak-banyak memuji Allah
azza wa jalla.
Bila belum sembuh juga, hendaklah ia berhusnudzon kepada Allah. Karena
banyak sekali hikmah dari penyakit yang dideritanya, baik ia ketahui
maupun tidak. Maka itu, bertawakal adalah solusi terbaik setelah
ikhtiyar dan doa.
Allah
azza wa jalla berfirman:
وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ
Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (QS. Ali Imron: 122)
Firman-Nya:
وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُوْنَ
Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu berserah diri. (QS. Ibrohim: 12)
Semoga kita dihindarkan dari segala macam penyakit. Bila itu memang
harus terjadi, semoga Allah memberikan kesabaran dan keteguhan kepada
diri kita. Tak lupa kita memohon kepada Allah agar diberikan pahala yang
melimpah dari cobaan tersebut.
Wa billahi at-taufiq.