BEKAM KHUSUS MUSLIMAH
BEKAM SURABAYA
KAMI MELAYANI BEKAM KHUSUS MUSLIMAH ATAU WANITA
contact ummu izzul
telp: 088805704623
alamat kali kepiting jaya 4/54 sby
Laksana Tetesan Air Yang Tergelincir Di Atas Batu
Malik bin Dinar rahimahullah pernah mengatakan:
إِنَّ الْعَالِمَ إِذَا لَمْ يَعْمَلْ بِعِلْمِهِ زَلَّتْ مَوْعِظَتُهُ عَنِ الْقُلُوبِ كَمَا يَزِلُّ الْقَطْرُ عَنِ الصَّفَا
“Sesungguhnya seorang alim jika dia tidak mengamalkan ilmunya maka
nasihat-nasihatnya tidak akan merasuk ke dalam hati-hati, sebagaimana
tetesan air tergelincir dari batu yang keras.”1Atsar (perkataan salaf) di atas memberikan pelajaran penting kepada kita bahwasanya orang berilmu yang ingin menasihati atau memperbaiki orang lain, dia harus menasihati dan memperbaiki dirinya terlebih dahulu sebelum orang lain.
Jika tidak, maka nasihatnya tidak akan merasuk ke dalam hati-hati orang lain, dan mereka tidak akan bisa berubah. Oleh karena itu, mengamalkan ilmu sangatlah penting untuk keberhasilan dakwah seseorang, karena orang-orang yang didakwahi (mad’u) sangat membutuhkan teladan yang baik untuk dirinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan bagi para sahabat. Gerak-gerik beliau selalu diperhatikan oleh para sahabat. Mereka pun semangat untuk meniru apa yang dilakukan dan memakai apa yang dikenakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik teladan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ
اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang
mengharap Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak mengingat
Allah.” (QS Al-Ahzab: 21)
Bahkan keteladanan beliau tidak hanya berlaku untuk para sahabat
saja, tetapi untuk seluruh manusia di dunia ini sampai akhir
zaman. Beliau adalah manusia yang paling sesuai perkataannya dengan
perbuatannya.Kebencian Allah Pada Orang Yang Tidak Mengamalkan Apa Yang Dikatakan
Allah sangat membenci orang yang hanya pandai berbicara dan pandai manasihati orang lain untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan sesuatu, tetapi ternyata dia sendiri tidak melakukannya atau tetap tidak bisa meninggalkannya. Allah sangat membenci orang yang seperti itu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا
تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا
تَفْعَلُونَ (3)
“(2) Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa
kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? (3) Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak
kalian kerjakan.” (QS Ash-Shaff: 2-3)
Pentingnya Sebuah Keteladanan Dalam Perbuatan
Umat di saat ini membutuhkan teladan yang baik, yang dibuktikan dengan tingkah, perilaku, adab dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Jika hanya dengan perkataan saja, maka hal tersebut tidaklah cukup.Banyak dai menyeru agar kaum muslimin shalat berjamaah di masjid akan tetapi ternyata dia sendiri tidak shalat berjamaah di masjid. Banyak para pendakwah menyerukan agar berakhlak mulia dan pandai menjaga lisan, tetapi ternyata dia sendiri tidak memiliki akhlak mulia dan tidak bisa “menyaring” kata-katanya.
Perkataan saja tidak cukup, tetapi haruslah diberikan teladan dengan perbuatan. Bahkan, ketika perjanjian Hudaibiyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dihalangi oleh orang-orang musyrik Quraisy untuk masuk ke kota Mekkah. Padahal pada saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat ingin berumrah. Akhirnya mereka pun tidak bisa melanjutkan umrahnya dan terpaksa membatalkan umrahnya dengan cara menyembelih hewan dan mencukur rambut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada para sahabat:
قُومُوا فَانْحَرُوا ثُمَّ احْلِقُوا
“Berdirilah kalian, kemudian sembelihlah dan cukurlah (rambut) kalian!”Sahabat yang meriwayatkan hadits ini mengatakan, “Demi Allah tidak ada seorang pun yang berdiri, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakannya tiga kali. Ketika (beliau melihat) tidak ada yang berdiri, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menemui Ummu Salamah dan beliau pun menceritakan apa yang terjadi. Kemudian Ummu Salamah mengatakan, ‘Apakah engkau menginginkan hal itu? Keluarlah, kemudian janganlah engkau berbicara satu kata kepada seorang pun sampai engkau menyembelih untamu dan engkau panggil tukang cukurmu kemudian dia mencukurmu.’ Beliau pun melakukan apa yang disarankan oleh istri beliau. Ketika para sahabat melihat hal tersebut, mereka pun berdiri kemudaian menyembelih, kemudian sebagian mereka mencukur sebagian yang lain.” 2
Kita semua mengetahui bahwa para sahabat adalah orang yang paling taat dalam mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi ketika diperintahkan, mereka pun tidak cukup hanya dengan perkataan, tetapi mereka juga butuh praktik langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Begitu pula hadits berikut:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ -رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ:
اتَّخَذَ النَّبِيُّ -صلى الله عليه وسلم- خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فَاتَّخَذَ
النَّاسُ خَوَاتِيمَ مِنْ ذَهَبٍ, فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم:
(( إِنِّي اتَّخَذْتُ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ.)) فَنَبَذَهُ, وَقَالَ: ((
إِنِّي لَنْ أَلْبَسَهُ أَبَدًا فَنَبَذَ النَّاسُ خَوَاتِيمَهُمْ.))
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma bahwasanya dia berkata, “Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai cincin dari emas, kemudian orang-orang pun memakai cincin dari emas. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Dulu saya memakai cincin dari emas’, kemudian beliau pun membuang cincin tersebut dan berkata, ‘Sesungguhnya saya tidak akan pernah memakainya lagi selama-lamanya.’ Kemudian orang-orang pun membuang cincin-cincin mereka.”3Ini menunjukkan pentingnya sebuah keteladanan dalam perbuatan. Dan hadits ini juga menunjukkan semangat para sahabat yang sangat hebat dalam mengikuti dan mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Siapakah Yang Harus Kita Teladani?
Tentu saja yang pertama kali kita harus ikuti dan teladani adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian siapa? Kemudian orang-orang berikut ini:1. Para nabi dan pengikutnya yang shalih
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang para Nabi ‘alaihimussalam:
أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ
اقْتَدِهْ قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلَّا
ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi
petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku
tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran).” Al-Quran itu
tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh umat.” (QS Al-An’am: 90)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul.” (QS Al-Ahqaf: 35)
Begitu pula dengan pengikut para Nabi yang shalih, Allah berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ
وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ
وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى
تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya ketika mereka berkata
kepada kaum mereka, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kalian
dari apa yang kalian sembah selain Allah. Kami ingkari (kekafiran)
kalian dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian
buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja” (QS Al-Mumtahanah: 4)2. Para Sahabat Nabi
Para sahabat adalah orang yang harus kita teladani karena mereka telah diridai oleh Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa mereka adalah sebaik-baik generasi di umatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ
الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ
أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ.
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya.”43. Para ulama dan orang-orang shalih
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ
“Dan sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi.”5Selain berfungsi sebagai pewaris ilmu, maka para ulama juga harus menjadi contoh dalam beramal dan berdakwah untuk yang lain, sehingga layaklah seorang ulama dikatakan sebagian orang yang pantas diteladani sebagai penerus dan pewaris Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ
وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا
الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka
dan merekapun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya.
Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah: 100)
Orang-orang yang mengikuti para sahabat di dalam kebaikan sangatlah
banyak. Dan mereka akan terus ada sampai hari kiamat nanti. Oleh karena
itu, jika kita mendapatkan orang-orang yang mengikuti jalannya para
sahabat dengan baik, maka sudah sepantasnya kita mengikuti teladan
mereka.Ganjaran Yang Besar Menjadi Teladan Yang Baik
Orang yang menjadi teladan yang baik untuk orang lain akan mendapatkan ganjaran yang sangat besar sebagaimana dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda:
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ
أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ
مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ
“Barang siapa mencontohkan ajaran/sunnah yang baik, maka dia akan
mendapatkan pahala mengerjakannya dan pahala orang yang mengerjakannya
juga setelahnya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka.”6Dosa Akibat Menjadi Teladan Yang Buruk
Begitu pula sebaliknya orang yang menjadi teladan yang buruk untuk orang lain, dia akan mendapat ancaman yang besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ
عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ
أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barang siapa yang mencontohkan ajaran/kebiasaan yang buruk, maka
dia akan mendapatkan dosa mengerjakannya dan dosa orang yang
mengerjakannya juga setelahnya, tanpa mengurangi sedikitpun dosa mereka.”7Begitu pula, orang tersebut akan mendapatkan siksa yang amat pedih di neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِى
النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ
الْحِمَارُ بِالرَّحَى فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ
يَا فُلاَنُ مَا لَكَ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى
عَنِ الْمُنْكَرِ فَيَقُولُ بَلَى قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلاَ
آتِيهِ وَأَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ.
“Seorang laki-laki didatangkan pada hari kiamat, kemudian dia
dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian keluarlah usus-usus perutnya,
kemudian dia berputar-putar mengelilinginya sebagaimana keledai
mengitari poros ikatannya . Kemudian penduduk neraka pun mengatakan,
“Wahai Fulan! Apa yang terjadi pada dirimu? Bukankan dulu engkau
menyuruh untuk melakukan perbuatan yang makruf (baik) dan engkau
melarang dari perbuatan yang mungkar (buruk)?” Dia pun menjawab, “Ya,
dulu saya menyuruh (orang lain) untuk melakukan perbuatan makruf (baik)
tetapi saya tidak mengerjakannya. Saya melarang dari perbuatan mungkar,
tetapi saya mengerjakannya.”8Contoh Yang Buruk Di Masyarakat
Kalau kita perhatikan kehidupan di masyarakat kita banyak sekali orang-orang terkenal, para tokoh masyarakat, para tokoh agama dan orang-orang berpengaruh yang sangat tidak pantas untuk menjadi teladan yang baik. Bahkan sebaliknya, mereka menjadi teladan yang buruk untuk orang lain.Layaknya Fir’aun, dia adalah orang yang terpandang dan sangat berpengaruh, tetapi ternyata pengaruhnya tersebut justru mengantarkan para pengikutnya ke dalam neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِآيَاتِنَا وَسُلْطَانٍ
مُبِينٍ (96) إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ فَاتَّبَعُوا أَمْرَ فِرْعَوْنَ
وَمَا أَمْرُ فِرْعَوْنَ بِرَشِيدٍ (97)
يَقْدُمُ قَوْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَوْرَدَهُمُ
النَّارَ وَبِئْسَ الْوِرْدُ الْمَوْرُودُ (98) وَأُتْبِعُوا فِي هَذِهِ
لَعْنَةً وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ بِئْسَ الرِّفْدُ الْمَرْفُودُ (99)
“(96) Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus Musa
dengan tanda-tanda (kekuasaan) kami dan mukjizat yang nyata, (97) Kepada
Fir’aun dan pemimpin-pemimpin kaumnya, tetapi mereka mengikuti perintah
Fir’aun, padahal perintah Fir’aun sekali-kali bukanlah (perintah) yang
benar. (98) Ia berjalan di muka kaumnya di hari kiamat lalu memasukkan
mereka ke dalam neraka. Neraka itu seburuk-buruk tempat yang didatangi.
(99) Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia Ini dan (begitu
pula) di hari kiamat. laknat itu seburuk-buruk pemberian yang diberikan.” (QS Hud: 96-99)
Begitu pula dalam catatan sejarah, Allah subhanahu wa ta’ala apabila
ingin menghancurkan suatu negeri, maka Allah menjadikan para pemimpin
dan tokoh-tokoh mereka sebagai orang yang rusak, sehingga dicontoh atau
ditiru oleh orang-orang di bawah mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا
مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ
فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri,
maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
(supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri
itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan
kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS Al-Isra’: 16)
Contoh Yang Baik Dari Umar
Teladan yang baik juga ada pada para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu. Ketika beliau menjadi amirul-mukminin, Salim cucu beliau menceritakan:
عُمَرُ إذَا نَهَى النَّاسَ عَنْ شَيْءٍ جَمَعَ أَهْلَ
بَيْتِهِ ، فَقَالَ : إنِّي نَهَيْت النَّاسَ عَنْ كَذَا وَكَذَا ، وَإنَّ
النَّاسَ لَيَنْظُرُونَ إلَيْكُمْ نَظَرَ الطَّيْرِ إلَى اللَّحْمِ ،
وَايْمُ اللهِ لاَ أَجِدُ أَحَدًا مِنْكُمْ فَعَلَهُ إلاَّ أَضْعَفْتُ لَهُ
الْعُقُوبَةَ ضِعْفَيْنِ.
“Dulu ‘Umar apabila melarang manusia untuk melakukan sesuatu,
maka beliau mengumpulkan keluarganya. Kemudian beliau berkata,
‘Sesungguhnya saya telah melarang manusia untuk melakukan ini dan itu.
Orang-orang akan benar-benar melihat kalian sebagaimana seekor burung
mengincar daging. Demi Allah! Jika saya mendapatkan seorang dari kalian
melakukannya maka saya akan lipat gandakan hukumannya dua kali lipat.”9Doa Yang Diabadikan Allah Dalam Al Qur’an
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ
أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami,
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.” (QS Al-Furqan: 74)
Maksud dari menjadi ‘imam bagi orang-orang yang
bertakwa’ adalah menjadi imam yang diteladani di dalam kebaikan.
Sebagaimana dikatakann oleh Ibnu ‘Abbas, Al-Hasan, Qatadah dan Ar-Rabi’
bin Anas.10
Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita memohon
kepada Allah agar menjadi pemimpin atau imam bagi orang-orang yang
bertakwa, karena tidaklah mungkin seseorang menjadi pemimpin orang yang
bertakwa kecuali dia telah menjadi orang yang bertakwa.
Renungan Untuk Para Da’i
Mengakhiri tulisan ini ada baiknya penulis nukilkan atsar salaf yang mudah-mudahan bermanfaat, khususnya kepada para dai.
عن مُحَمَّد بْن أَحْمَدَ الْفَرَّاء يَقُولُ: قِيلَ
لِحَمْدُونَ الْقَصَّارِ: مَا بَالُ كَلَامِ السَّلَفِ أَنْفَعُ مِنْ
كَلَامِنَا؟ قَالَ: لِأَنَّهُمْ تَكَلَّمُوا لِعِزِّ الْإِسْلَامِ،
وَنَجَاةِ النُّفُوسِ، وَرِضَا الرَّحْمَنِ، وَنَحْنُ نَتَكَلَّمُ
لِعِزَّةِ النَّفْسِ، وَطَلَبِ الدُّنْيَا، وَقَبُولِ الْخَلْقِ.
Diriwayatkan dari Muhammad bin Ahmad Al-Farra’, dia pernah mengatakan
bahwa Hamdun Al-Qashshar pernah ditanya, “Mengapa perkataan salaf
(orang yang terdahulu) lebih bermanfaat dari perkataan kita?” Beliau pun
menjawab, “Sesungguhnya mereka berbicara untuk kemuliaan Islam,
keselamatan jiwa-jiwa dan mengharap keridaan Ar-Rahman. Sedangkan kita
berbicara untuk kemuliaan diri kita, mencari dunia dan mengharapkan
diterima oleh makhluk.”11Demikian. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat dan mengingatkan kepada kita agar bisa menjadi teladan yang baik untuk orang-orang di sekitar kita. Amin.
Daftar Pustaka
- Al-Qudwah Al-Hasanah fil-Qur’an Al-Karim. ‘Abdul-‘Aziz Salim Syaman Ar-Ruwaili. www.alukah.net.
- Al-Qudwah Al-Hasanah wa Atsaruha fi Bina-il-Jail. ‘Ali Naif Asy-Syahud. www.ahlalhdeeth.com
- Al-Qudwah wa Atsaruha fil-Murabbin. ‘Isham Khidhr. www.saaid.net.
- Fathul-Bari. Ibnu Hajar Al-‘Aqalani.
- Tafsir Ibni Katsir. Isma’il bin ‘Umar bin Katsir. Dar At-Thaibah.
- Dan sumber-sumber lain yang sebagian besar dicantumkan di dalam footnotes.
Catatan Kaki
1Ahmad dalam Az-Zuhd no. 1872, Al-Baihaqi dalam Syu’abul-Iman no. 1700 dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul-auliya’ (6/288).
2 Diterjemahkan bebas dari HR Al-Bukhari no. 2731 dan 2732.
3
HR Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 7298 dan dengan lafaz yang mirip no.
5865, 5866, 5867, 5876 dan 6651 Seluruhnya berasal dari riwayat
‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu.
4 HR Al-Bukhari no. 2652 dan Muslim no. 2533.
5 HR Abu Dawud no. 3743, At-Tirmidzi no. 2682 dan Ibnu Majah no. 223. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah.
6 HR Muslim no. 1017.
7 Ibid.
8 HR Muslim no. 2989.
9
HR Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya no. 31285, Ma’mar bin Rasyid
dalam Jami’ Ma’mar bin Rasyid no. 1319 dan ‘Abdur-Razzaq dalam
Mushannafnya no. 20713 dari jalur Ma’mar. Dzhahir dari sanadnya shahih,
alhamdulillah.
10 Tafsir Ibni Katsir (VI/133).
11 Al-Baihaqi dalam Syu’abul-Iman no. 1701 dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliya’ (X/231).
—
Penulils: Ustadz Sa’id Yai, Lc.
Artikel Muslim.Or.Id
—
Penulils: Ustadz Sa’id Yai, Lc.
Artikel Muslim.Or.Id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar